Ada banyak novel yang bisa diresensi. Dari sekian banyak novel yang ada saya memilih novel Ken Arok Ken Dedes ini karena ceritanya sangat menarik. Berikut resensinya :
Judul : KEN AROK KEN DEDES
PERTUMPAHAN DARAH DEMI “3 TA”
“HARTA, TAHTA DAN WANITA”
Judul : KEN AROK KEN DEDES
Penulis :
WAWAN SUSETYA
Penerbit : Diva Press
Harga : Rp. 57.200.00
Tebal : 388 halaman
Tahun Terbit : 2009
Roman
epik ini menghadirkan sepak terjang seorang tokoh sejarah yang sangat fenomenal
di negeri ini yaitu Ken Arok pendiri Kerajaan Singasari. Dimulai dari kisah
kelahiran sebagai bayi buangan lalu menapaki masa remaja sebagai anak angkat
sebuah keluarga pencuri lantas masa dewasa sebagai pemimpin komplotan
bromocorah yang paling ditakuti di Tumapel kemudian memasuki suatu masa dimana
ia berhasil dekat dengan pusat kekuasaan sebagai kepala pengawal pribadi Akuwu
Tunggul Ametung hingga terbitlah segala gelora & gelegar ambisi kekuasaan
pada jiwa yang sekaligus melejitkan figur-figur sejarah semacam Mpu Gandring,
Tunggul Ametung, Anusapati, Tohjaya, Mahesa Wonga Teleng, Ranggawuni,
Kertanegara, & tentu saja pesona & kharisma Ken Dedes sendiri…. Roman
sejarah Ken Arok Ken Dedes ini dituturkan dengan sangat menyeluruh melibatkan
semua gejolak & gelegar termasuk pertumpahan darahnya…
Memang novel
ini mengisahkan tentang sejarah sebuah kerajaan di Indonesia, akan tetapi dari
segi ceritanya sangatlah bagus untuk dikontribusikan menjadi novel, apalagi
yang menyangkut kisah cintanya. Diantara sekan novel yang ada, saya memang
lebih suka membaca novel yang mengandung tentang kisah-kisah kepahlawanan
terutama yang menyangkut tentang sejarah kerajaan di Indonesia.
Dikisahkan, Ken Endok ingin
membuang bayi yang baru saja dilahirkannya, hasil dari hubungan gelapnya dengan
seorang lelaki misterius dimana sebelumnya Ken Endok telah menikah dengan
seorang lelaki yang ternyata mengidap sakit impoten alias tidak bisa memberikan
keturunan yang bernama Gajah Para. Maka dari itu Ken Endok tak mau menanggung
aib akan bayinya tersebut lebih-lebih setelah suaminya itu meninggal. Bayi itu
dibuang dikuburan tua dengan menulis pesan melalui secarik kertas untuk orang
yang menemukan anaknya agar merawat bayinya dan memberi nama anaknya Ken Arok Bayi
tersebut ditemukan secara kebetulan oleh seorang pencuri yang berusaha
melarikan diri dari kejaran masyarakat dengan bersembunyi dikuburan tua itu,
orang itu bernama Lembong. Bayi itu dibawa pulang oleh Lembong dan dirawat
bersama istrinya yang kebetulan belum mempunyai anak.
Ken Arok kecil mulai tumbuh
besar dengan mengikuti jejak pekerjaan Lembong sebagai pencari dan pencopet
meskipun kebiasaan itu dilarang oleh istri Lembong, hingga akhirnya pada suatu
ketika Lembong dan Ken Arok kecil tertangkap basah ketika sedang mencuri
sehingga Lembong dihajar beramai-ramai oleh masyarakat dan Ken Arok kecil yang
sedang bersembunyi ketakutan juga dipergoki oleh masyarakat tapi Ken Arok
secara tiba-tiba ditolong oleh Seekor Ular Raksasa.
Ken Arok yang masih membawa tas
hasil curian yang berisi perhiasan tergeletak tak sadar didepan rumah Bangau
Samparan. Bangau Samparan menganggap Ken Arok kecil membawa keberuntungan
baginya hingga dia mengajak Ken Arok kecil untuk membantunya berjudi, Ken Arok
yang kebingungan karena tidak tahu caranya berjudi tiba-tiba ditolong kembali
oleh Ular Raksasa hingga Ken Arok kecil dapat membantu memenangkan Bangau
Samparan dalam berjudi.
Tapi kedekatan Bangau Samparan
kepada Ken Arok kecil diprotes oleh Lanang, anak Bangau Samparan sendiri. Hal
ini diketahui oleh Ken Arok kecil, karena tidak ingin menyakiti hati Lanang
maka Ken Arok kecil kabur dari rumah Bangau Samparan.
Ken Arok tumbuh dewasa dengan
menjadi perampok bersama kawanannya, sasaran mereka adalah truk pengangkut
beras atau pun barang yang lain milik para lintah darat dan tengkulak yang
merugikan masyarakat. Salah satu korban dari ulah Ken Arok adalah Tunggul
Ametung yang akhirnya memerintahkan Bapiang, pengawal pribadinya untuk menumpas
gerombolan perampok yang berani mengganggu bisnisnya.
Ken Arok dan kawanannya dijebak
oleh Bapiang dibantu oleh Kebo Ijo beserta anak buahnya hingga hancur bercerai
berai. Bapiang sendiri tewas ketika ingin membunuh Ken Arok. Ular raksasalah
yang membunuh Bapiang. Ken Arok dibawa oleh Ular Raksasa tersebar bertemu dengan
Bhegawan Loh Gawe. Pertemuan itu membuat Ken Arok diangkat menjadi murid oleh
Loh Gawe. Ken Arok diajarkan tentang tata krama, ilmu ketatanegaraan, agama dan
ilmu bela diri.
Tunggul Ametung yang kehilangan
pengawal pribadinya membuat sayembara untuk mencari penggantinya. Loh Gawe
memerintahkan Ken Arok untuk mengikuti sayembara tersebut dan Ken Arok berhasil
memenangkannya.
Ken Arok menjadi pengawal
pribadi Tunggul Ametung dan istrinya Ken Dedes hingga pada suatu hari saat Ken
Arok mengawal Ken Dedes, ia tidak sengaja melihat betis Ken Dedes yang bersinar
menyilaukan yang membuat hatinya terpana. Kemudian Ken Arok menjadi dekat
dengan Ken Dedes setelah menolong Ken Dedes dari gangguan Sawung Agul. Dari situlah Ken Arok mengetahui tentang
keadaan Ken Dedes serta penderitaannya menjadi istri Tunggul Ametung.
Karena itulah Ken Arok
merencanakan membunuh Tunggul Ametung dengan memesan keris kepada Mpu Gandring.
Akan tetapi karena Ken Arok tidak sabar menunggu selesainya keris tersebut maka
Ken Arok datang ke rumah Mpu Gandring dan meminta keris tersebut yang masih
menyimpan “hawa maut” karena belum dipasupati/dijinakkan. Setelah meminta keris
itu dengan paksa, aura Ken Arok berubah menjadi jahat dan membunuh Mpu Gandring
dengan keris buatannya itu hingga Mpu Gandring mengutuk Ken Arok bahwa keris
itu akan membunuh 7 korban lagi.
Untuk memuluskan rencananya, Ken
Arok memberikan keris itu pada Kebo Ijo, karena tidak mengetahui niat jahat Ken
Arok maka Kebo Ijo menerima dengan senang hati dan memamerkan pada semua orang
yang ditemuinya. Pada malam hari Ken Arok mengambil keris itu dan melanjutkan
rencananya mendatangi rumah Tunggul Ametung dan dengan bantuan Ken Dedes, Ken
Arok berhasil membunuh Tanggul Ametung ketika tidur.
Setelah Tunggul Ametung mati dan
Ken Arok pergi dari ruang tidurnya, Ken Dedes berteriak membangunkan seluruh
penghuni rumah. Dengan liciknya Ken Arok akhirnya memfitnah Kebo Ijo akan
kematian Tunggul Ametung dan membunuh Kebo Ijo dengan keris itu juga. Rencana
Ken Arok dan Ken Dedes berhasil dan mereka pun menikah serta mewarisi kekayaan
dari Tanggul Ametung.
Pada saat menikah,
Ken Dedes tengah hamil 3 bulan yang merupakan buah pernikahannya dengan Tunggul
Ametung yang mana setelah dilahirkan anak tersebut diberi nama Anusapati.
Kemudian dari pernikahan Ken Arok – Ken Dedes dilahirkan empat orang anak yang
bernama Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Arok
juga mengambil istri dari selir yang bernama Ken Umang dan melahirkan empat anak
pula yang bernama Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wegola, dan Dewi Rambi.
Dimasa pemerintahan
Ken Arok, beliau langsung melakukan gebrakan pertamanya dengan menyerang
kerajaan Kediri yang pada saat itu masih diperintah oleh Raja Kertajaya. Dan akhirnya
Ken Arok pun berhasil menaklukkan Kediri.
Setelah kemenangannya dalam pertempuran
melawan Kerajaan Kediri, Ken Arok memutuskan untuk membuat dinasti Bhattara
serta membangun kerajaan baru dengan nama Kerajaan Singasari. Ken Arok sebagai
raja pertama Kerajaan Singasari bergelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang
Amurwabhumi dan dinastinya bernama Dinasti Girindrawangsa (Dinasti Keturunan
Siwa). Pendirian dinasti ini bertujuan menghilangkan jejak tentang siapa
sebenarnya Ken Arok dan mengapa ia berhasil mendirikan kerajaan. Di samping
itu, agar keturunan-keturunan Ken Arok (bila suatu saat menjadi raja besar)
tidak ternoda oleh perilaku dan tindakan kejahatan yang pemah dilakukan oleh
Ken Arok. Masa pemerintahan Ken Arok diakhiri secara tragis, saat ia dibunuh
oleh kaki tangan Anusapati, yang merupakan anak tirinya (anak Ken Dedes dengan
suami pertamanya Tunggul Ametung).
Dengan meninggalnya Ken Arok,
tahta Kerajaan Singasari langsung dipegang oleh Anusapati. Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar
dan sampai kepada putra Ken Arok dengan Ken Umang yang bernama Tohjaya. Tohjaya
mengetahui bahwa Anusapati suka menyabung ayam, karena itu Anusapati diundang
untuk menyambung ayam di Gedong Jiwa (tempat kediaman
Tohjaya). Saat Anusapati sedang asyik melihat aduan ayamnya, secara tiba-tiba
Tohjaya mencabut keris Empu Gandring yang dibawa Anusapati dan langsung
menusukkan ke punggung Anusapati hingga ia meninggal.
Dengan meninggalnya Anusapati,
tahta kerajaan dipegang oleh Tohjaya. Putra Anusapati
yang bernama Ranggawuni akhirnya mengetahui
perihal kematian ayahnya. Ranggawuni yang dibantu oleh Mahesa Cempaka
menuntut hak atas tahta kerajaan kepada Tohjaya. Tetapi Tohjaya mengirim
pasukannya untuk menangkap Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Rencana Tohjaya telah
diketahui oleh Ranggawuni dan Mahesa Cempaka, sehingga keduanya melarikan diri
sebelum pasukan Tohjaya menangkap mereka.
Untuk menyelidiki persembunyian
Ranggawuni dan Mahesa Cempaka, Tohjaya mengirim pasukan di bawah pimpinan Lembu
Ampal. Namun, Lembu Ampal akhirnya menyadari bahwa yang berhak atas tahta
kerajaan ternyata Ranggawuni, maka ia berbalik memihak Ranggawuni dan Mahesa
Cempaka. Ranggawuni yang dibantu Mahesa Cempaka dan Lembu Ampal berhasil
merebut tahta kerajaan dari tangan Tohjaya. Selanjutnya Ranggawuni menduduki
tahta Kerajaan Singasari. Ranggawuni (Wisnuwardhana)
sebagai raja, Mahesa
Cempaka sebagai Ratu Angabhaya.
Pemerintahan kedua penguasa tersebut membawa keamanan dan kesejahteraan.
Setelah Wisnuwardhana meninggal dunia, maka tahta Kerajaan Singasari beralih kepada
Kertanegara yang
merupakan putra dari Wisnuwardhana.
Raja Kertanegara merupakan raja
terkemuka dan raja terakhir dari Kerajaan Singasari. Di bawah pemerintahannya,
Kerajaan Singasari mencapai masa kejayaannya. Stabilitas kerajaan yang
diwujudkan pada masa pemerintahan Raja Wisnuwardhana disempurnakan lagi dengan
tindakan-tindakan yang tegas dan berani. Setelah keadaaan Jawa Timur dianggap
baik, Raja Kertanegara melangkah ke luar Jawa Timur untuk mewujudkan cita-cita persatuan
seluruh Nusantara di bawah panji Kerajaan Singasari. Namun karena
pertahanan Singosari selalu dipusatkan untuk ekspansi luar negeri maka
Jayakatwang melakukan pemberontakan yang dibantu dengan Arya Wiraraja dan
akhirnya runtuhlah kerajaan Singasari serta Kertanegara tewas dalam
pemberontakan tersebut.
Novel ini disajikan dengan sungguh mendetail
oleh penulisnya, Wawan Susetya. terutama menjelaskan tentang tokoh Ken Arok dan
sekaligus silsilah kerajaan Singasari. Beliau adalah seorang penulis yang sudah
“banyak makan garam” di dunia penulisan berbagai buku. Banyak karya-karya yang
sudah beliau terbitkan dan sangatlah bagus untuk dijadikan sumber bacaan.
Novel ini disajikan
dengan penuh makna tentang zaman kehidupan kerajaan dengan tidak menghilangkan
istilah-istilah yang memang digunakan pada masa tersebut. Kelebihan novel ini
terdapat pada adanya catatan-catatan kaki di setiap ada kosa kata yang
mengandung bahasa Jawa Kuno beserta pengertiannya. Novel ini tidak akan membuat
pembacanya bosan untuk membacanya berulang kali,, karena ceritanya yang sangat
menarik dan membangkitkan semangat kehidupan.
Akan tetapi, setiap
ada kelebihan pasti ada kekurangan. Kekurangan di novel ini juga tidak dapat
dipungkiri, seperti tentang penggunaan ejaan yang kurang tepat, pengambilan
diksi yang juga kurang tepat dan memang hal tersebut perlu dibenahi sesuai
dengan khaidah yang ada. Namun hal itulah yang membuat novel ini sangat menarik
untuk dibaca, apalagi bagi para peminat seluk beluk sejarah yang ada di
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar