Jumat, 11 November 2011

Resensi Novel

Ada banyak novel yang bisa diresensi. Dari sekian banyak novel yang ada saya memilih novel Ken Arok Ken Dedes ini karena ceritanya sangat menarik. Berikut resensinya : 


PERTUMPAHAN DARAH DEMI “3 TA”
“HARTA, TAHTA DAN WANITA”
 

Judul                     : KEN AROK KEN DEDES
Penulis                 : WAWAN SUSETYA
Penerbit               : Diva Press
Harga                   : Rp. 57.200.00
Tebal                    : 388 halaman
Tahun Terbit           : 2009

            Roman epik ini menghadirkan sepak terjang seorang tokoh sejarah yang sangat fenomenal di negeri ini yaitu Ken Arok pendiri Kerajaan Singasari. Dimulai dari kisah kelahiran sebagai bayi buangan lalu menapaki masa remaja sebagai anak angkat sebuah keluarga pencuri lantas masa dewasa sebagai pemimpin komplotan bromocorah yang paling ditakuti di Tumapel kemudian memasuki suatu masa dimana ia berhasil dekat dengan pusat kekuasaan sebagai kepala pengawal pribadi Akuwu Tunggul Ametung hingga terbitlah segala gelora & gelegar ambisi kekuasaan pada jiwa yang sekaligus melejitkan figur-figur sejarah semacam Mpu Gandring, Tunggul Ametung, Anusapati, Tohjaya, Mahesa Wonga Teleng, Ranggawuni, Kertanegara, & tentu saja pesona & kharisma Ken Dedes sendiri…. Roman sejarah Ken Arok Ken Dedes ini dituturkan dengan sangat menyeluruh melibatkan semua gejolak & gelegar termasuk pertumpahan darahnya…
                Memang novel ini mengisahkan tentang sejarah sebuah kerajaan di Indonesia, akan tetapi dari segi ceritanya sangatlah bagus untuk dikontribusikan menjadi novel, apalagi yang menyangkut kisah cintanya. Diantara sekan novel yang ada, saya memang lebih suka membaca novel yang mengandung tentang kisah-kisah kepahlawanan terutama yang menyangkut tentang sejarah kerajaan di Indonesia.
                Dikisahkan, Ken Endok ingin membuang bayi yang baru saja dilahirkannya, hasil dari hubungan gelapnya dengan seorang lelaki misterius dimana sebelumnya Ken Endok telah menikah dengan seorang lelaki yang ternyata mengidap sakit impoten alias tidak bisa memberikan keturunan yang bernama Gajah Para. Maka dari itu Ken Endok tak mau menanggung aib akan bayinya tersebut lebih-lebih setelah suaminya itu meninggal. Bayi itu dibuang dikuburan tua dengan menulis pesan melalui secarik kertas untuk orang yang menemukan anaknya agar merawat bayinya dan memberi nama anaknya Ken Arok Bayi tersebut ditemukan secara kebetulan oleh seorang pencuri yang berusaha melarikan diri dari kejaran masyarakat dengan bersembunyi dikuburan tua itu, orang itu bernama Lembong. Bayi itu dibawa pulang oleh Lembong dan dirawat bersama istrinya yang kebetulan belum mempunyai anak.
                Ken Arok kecil mulai tumbuh besar dengan mengikuti jejak pekerjaan Lembong sebagai pencari dan pencopet meskipun kebiasaan itu dilarang oleh istri Lembong, hingga akhirnya pada suatu ketika Lembong dan Ken Arok kecil tertangkap basah ketika sedang mencuri sehingga Lembong dihajar beramai-ramai oleh masyarakat dan Ken Arok kecil yang sedang bersembunyi ketakutan juga dipergoki oleh masyarakat tapi Ken Arok secara tiba-tiba ditolong oleh Seekor Ular Raksasa.
                Ken Arok yang masih membawa tas hasil curian yang berisi perhiasan tergeletak tak sadar didepan rumah Bangau Samparan. Bangau Samparan menganggap Ken Arok kecil membawa keberuntungan baginya hingga dia mengajak Ken Arok kecil untuk membantunya berjudi, Ken Arok yang kebingungan karena tidak tahu caranya berjudi tiba-tiba ditolong kembali oleh Ular Raksasa hingga Ken Arok kecil dapat membantu memenangkan Bangau Samparan dalam berjudi.
                Tapi kedekatan Bangau Samparan kepada Ken Arok kecil diprotes oleh Lanang, anak Bangau Samparan sendiri. Hal ini diketahui oleh Ken Arok kecil, karena tidak ingin menyakiti hati Lanang maka Ken Arok kecil kabur dari rumah Bangau Samparan.
                Ken Arok tumbuh dewasa dengan menjadi perampok bersama kawanannya, sasaran mereka adalah truk pengangkut beras atau pun barang yang lain milik para lintah darat dan tengkulak yang merugikan masyarakat. Salah satu korban dari ulah Ken Arok adalah Tunggul Ametung yang akhirnya memerintahkan Bapiang, pengawal pribadinya untuk menumpas gerombolan perampok yang berani mengganggu bisnisnya.
                Ken Arok dan kawanannya dijebak oleh Bapiang dibantu oleh Kebo Ijo beserta anak buahnya hingga hancur bercerai berai. Bapiang sendiri tewas ketika ingin membunuh Ken Arok. Ular raksasalah yang membunuh Bapiang. Ken Arok dibawa oleh Ular Raksasa tersebar bertemu dengan Bhegawan Loh Gawe. Pertemuan itu membuat Ken Arok diangkat menjadi murid oleh Loh Gawe. Ken Arok diajarkan tentang tata krama, ilmu ketatanegaraan, agama dan ilmu bela diri.
                Tunggul Ametung yang kehilangan pengawal pribadinya membuat sayembara untuk mencari penggantinya. Loh Gawe memerintahkan Ken Arok untuk mengikuti sayembara tersebut dan Ken Arok berhasil memenangkannya.
                Ken Arok menjadi pengawal pribadi Tunggul Ametung dan istrinya Ken Dedes hingga pada suatu hari saat Ken Arok mengawal Ken Dedes, ia tidak sengaja melihat betis Ken Dedes yang bersinar menyilaukan yang membuat hatinya terpana. Kemudian Ken Arok menjadi dekat dengan Ken Dedes setelah menolong Ken Dedes dari gangguan Sawung Agul.  Dari situlah Ken Arok mengetahui tentang keadaan Ken Dedes serta penderitaannya menjadi istri Tunggul Ametung.
                Karena itulah Ken Arok merencanakan membunuh Tunggul Ametung dengan memesan keris kepada Mpu Gandring. Akan tetapi karena Ken Arok tidak sabar menunggu selesainya keris tersebut maka Ken Arok datang ke rumah Mpu Gandring dan meminta keris tersebut yang masih menyimpan “hawa maut” karena belum dipasupati/dijinakkan. Setelah meminta keris itu dengan paksa, aura Ken Arok berubah menjadi jahat dan membunuh Mpu Gandring dengan keris buatannya itu hingga Mpu Gandring mengutuk Ken Arok bahwa keris itu akan membunuh 7 korban lagi.
                Untuk memuluskan rencananya, Ken Arok memberikan keris itu pada Kebo Ijo, karena tidak mengetahui niat jahat Ken Arok maka Kebo Ijo menerima dengan senang hati dan memamerkan pada semua orang yang ditemuinya. Pada malam hari Ken Arok mengambil keris itu dan melanjutkan rencananya mendatangi rumah Tunggul Ametung dan dengan bantuan Ken Dedes, Ken Arok berhasil membunuh Tanggul Ametung ketika tidur.
                Setelah Tunggul Ametung mati dan Ken Arok pergi dari ruang tidurnya, Ken Dedes berteriak membangunkan seluruh penghuni rumah. Dengan liciknya Ken Arok akhirnya memfitnah Kebo Ijo akan kematian Tunggul Ametung dan membunuh Kebo Ijo dengan keris itu juga. Rencana Ken Arok dan Ken Dedes berhasil dan mereka pun menikah serta mewarisi kekayaan dari Tanggul Ametung.
                Pada saat menikah, Ken Dedes tengah hamil 3 bulan yang merupakan buah pernikahannya dengan Tunggul Ametung yang mana setelah dilahirkan anak tersebut diberi nama Anusapati. Kemudian dari pernikahan Ken Arok – Ken Dedes dilahirkan empat orang anak yang bernama Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Arok juga mengambil istri dari selir yang bernama Ken Umang dan melahirkan empat anak pula yang bernama Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wegola, dan Dewi Rambi.
                Dimasa pemerintahan Ken Arok, beliau langsung melakukan gebrakan pertamanya dengan menyerang kerajaan Kediri yang pada saat itu masih diperintah oleh Raja Kertajaya. Dan akhirnya Ken Arok pun berhasil menaklukkan Kediri.
                Setelah kemenangannya dalam pertempuran melawan Kerajaan Kediri, Ken Arok memutuskan untuk membuat dinasti Bhattara serta membangun kerajaan baru dengan nama Kerajaan Singasari. Ken Arok sebagai raja pertama Kerajaan Singasari bergelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi dan dinastinya bernama Dinasti Girindrawangsa (Dinasti Keturunan Siwa). Pendirian dinasti ini bertujuan menghilangkan jejak tentang siapa sebenarnya Ken Arok dan mengapa ia berhasil mendirikan kerajaan. Di samping itu, agar keturunan-keturunan Ken Arok (bila suatu saat menjadi raja besar) tidak ternoda oleh perilaku dan tindakan kejahatan yang pemah dilakukan oleh Ken Arok. Masa pemerintahan Ken Arok diakhiri secara tragis, saat ia dibunuh oleh kaki tangan Anusapati, yang merupakan anak tirinya (anak Ken Dedes dengan suami pertamanya Tunggul Ametung).
                Dengan meninggalnya Ken Arok, tahta Kerajaan Singasari langsung dipegang oleh Anusapati. Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai kepada putra Ken Arok dengan Ken Umang yang bernama Tohjaya. Tohjaya mengetahui bahwa Anusapati suka menyabung ayam, karena itu Anusapati diundang untuk menyambung ayam di Gedong Jiwa (tempat kediaman Tohjaya). Saat Anusapati sedang asyik melihat aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjaya mencabut keris Empu Gandring yang dibawa Anusapati dan langsung menusukkan ke punggung Anusapati hingga ia meninggal.
                Dengan meninggalnya Anusapati, tahta kerajaan dipegang oleh Tohjaya. Putra Anusapati yang bernama Ranggawuni akhirnya mengetahui perihal kematian ayahnya. Ranggawuni yang dibantu oleh Mahesa Cempaka menuntut hak atas tahta kerajaan kepada Tohjaya. Tetapi Tohjaya mengirim pasukannya untuk menangkap Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Rencana Tohjaya telah diketahui oleh Ranggawuni dan Mahesa Cempaka, sehingga keduanya melarikan diri sebelum pasukan Tohjaya menangkap mereka.
                Untuk menyelidiki persembunyian Ranggawuni dan Mahesa Cempaka, Tohjaya mengirim pasukan di bawah pimpinan Lembu Ampal. Namun, Lembu Ampal akhirnya menyadari bahwa yang berhak atas tahta kerajaan ternyata Ranggawuni, maka ia berbalik memihak Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Ranggawuni yang dibantu Mahesa Cempaka dan Lembu Ampal berhasil merebut tahta kerajaan dari tangan Tohjaya. Selanjutnya Ranggawuni menduduki tahta Kerajaan Singasari. Ranggawuni (Wisnuwardhana) sebagai raja, Mahesa Cempaka sebagai Ratu Angabhaya. Pemerintahan kedua penguasa tersebut membawa keamanan dan kesejahteraan. Setelah Wisnuwardhana meninggal dunia, maka tahta Kerajaan Singasari beralih kepada Kertanegara yang merupakan putra dari Wisnuwardhana.
                Raja Kertanegara merupakan raja terkemuka dan raja terakhir dari Kerajaan Singasari. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Singasari mencapai masa kejayaannya. Stabilitas kerajaan yang diwujudkan pada masa pemerintahan Raja Wisnuwardhana disempurnakan lagi dengan tindakan-tindakan yang tegas dan berani. Setelah keadaaan Jawa Timur dianggap baik, Raja Kertanegara melangkah ke luar Jawa Timur untuk mewujudkan cita-cita persatuan seluruh Nusantara di bawah panji Kerajaan Singasari. Namun karena pertahanan Singosari selalu dipusatkan untuk ekspansi luar negeri maka Jayakatwang melakukan pemberontakan yang dibantu dengan Arya Wiraraja dan akhirnya runtuhlah kerajaan Singasari serta Kertanegara tewas dalam pemberontakan tersebut.
                 Novel ini disajikan dengan sungguh mendetail oleh penulisnya, Wawan Susetya. terutama menjelaskan tentang tokoh Ken Arok dan sekaligus silsilah kerajaan Singasari. Beliau adalah seorang penulis yang sudah “banyak makan garam” di dunia penulisan berbagai buku. Banyak karya-karya yang sudah beliau terbitkan dan sangatlah bagus untuk dijadikan sumber bacaan.
                Novel ini disajikan dengan penuh makna tentang zaman kehidupan kerajaan dengan tidak menghilangkan istilah-istilah yang memang digunakan pada masa tersebut. Kelebihan novel ini terdapat pada adanya catatan-catatan kaki di setiap ada kosa kata yang mengandung bahasa Jawa Kuno beserta pengertiannya. Novel ini tidak akan membuat pembacanya bosan untuk membacanya berulang kali,, karena ceritanya yang sangat menarik dan membangkitkan semangat kehidupan.
                Akan tetapi, setiap ada kelebihan pasti ada kekurangan. Kekurangan di novel ini juga tidak dapat dipungkiri, seperti tentang penggunaan ejaan yang kurang tepat, pengambilan diksi yang juga kurang tepat dan memang hal tersebut perlu dibenahi sesuai dengan khaidah yang ada. Namun hal itulah yang membuat novel ini sangat menarik untuk dibaca, apalagi bagi para peminat seluk beluk sejarah yang ada di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar